Saya berangkat dari Malang bersama rekan saya Dimas Prasetyo pada pukul 5 pagi. Kami berangkat dengan mengendarai sepeda motor. Kami memilih rute jalur selatan untuk menuju Jember, yaitu melewati Turen, Dampit, Ampelgading, Lumajang, Jember.
Di perjalanan kami melewati lereng gunung Semeru. Pemandangan di situ sangat bagus, begitu hijau, banyak pepohonan dan beragam jenis tumbuhan paku. Udaranya pun sangat sejuk sehingga membuat perjalanan terasa menyenangkan. Untuk sampai di kota Jember kami memerlukan waktu antara 5 sampai 6 jam dari Malang seingat saya (agak-agak lupa sih, tapi nyampe Jember jam 10-an).
Sampai di Jember kami sempat nyasar, muter-muter kota buat nyari dimana kampus Unej berada. Walah-walah, nyasarnya aja setengah jam lebih, dan nyampe di Unej juga masih bingung nyari lokasi tempat kejuaraan. Setelah tanya sana-sini akhirnya ketemu juga gedungnya. Kampus Unej ternyata luas sekali, dan waktu itu masih banyak banget pepohonannya (soalnya saya membandingkannya dengan UB, yang tak begitu luas dan yang tumbuh lebat adalah gedung-gedungnya, hehe).
Pertandingan berlangsung seharian dan selesai kira-kira jam 9 malam (agak lupa). Saya pikir sudah terlanjur malam untuk balik ke Malang. Sementara kontingen adik-adik saya sudah balik ke Malang, saya dan Dimas memutuskan untuk bermalam di Jember dulu. Kemudian kami berdua berkeliling kota melihat suasana kota Jember di malam hari sembari mencari warung untuk mengisi perut yang sudah keroncangan.
Satu hal yang saya ingat waktu itu saya memakai sandal bakiak/teklek. Saya pun sempat update status di fb, “bakiakq memijakkan diri di kota jember”. Hahaha, sesuatu yang gak penting banget untuk ditulis.
Bingung cari tempat buat tidur akhirnya kami putuskan untuk balik ke kampus unej. Kami tidur di teras masjid kampus. Ya maklumlah mahasiswa rantau.
Cerita pengantarnya kepanjangan ini ya. Judulnya kan mbolang ke watu ulo. hehehe.
Keesokan paginya, sebenarnya kami sudah memutuskan untuk kembali ke Malang, tapi saya mengajak Dimas untuk mampir ke Watu Ulo, mumpung di Jember. Setelah sarapan nasi lecep, kami pun langsung tancap gas ke Watu Ulo. Karena belum pernah ke situ sebelumnya, dan nggak tau jalannya, kami asal mengikuti penunjuk jalan saja.
Pantai Watu Ulo termasuk pantai selatan pulau Jawa. Dari kota Jember jaraknya sekitar 40 km. Dari namanya yg dalam bahasa Indonesia berarti ”batu ular”, saya jadi penasaran seperti apa pantainya dan ada apa disana.
Saya yang sejak kecil hidup di pesisir pantai utara pulau Jawa, melihat pantai selatan adalah sesuatu banget bagi saya. Itu seperti saya melihat ujung atau tepian lain dari pulau Jawa. Makanya saya begitu antusias ketika pantai sudah hampir terlihat.
Sesampainya di pantai perasaan saya begitu gembira, waoow... (koyok arek cilik ae).
Ketika itu suasana pagi sedang mendung, sehingga menambah suasana tersendiri, tak seperti saat biasanya saya pergi ke pantai. Adem, semilir, sepoi-sepoi.
Hari itu hari Minggu, pas saya ke situ ada banyak orang bersepeda, sepertinya sedang diadakan acara sepeda santai di Watu Ulo, dan ada banyak juga orang yang piknik.
Di pantai Watu Ulo banyak pohon waru, yang saya rasa merupakan vegetasi khas di wilayah pantai, karena saya tidak menjumpainya di Kediri, Jombang, dan Malang (yang jauh dari pantai).
Akhirnya saya bertemu dengan sebuah batu yang unik. Permukaannya kalau diamati akan terlihat seperti sisik ular, dan bentuknya memanjang dari pantai sampai ke laut. Mungkin karena batu itulah pantai ini disebut Watu Ulo. Saya tidak tau kalau ada legenda khusus tentang watu ulo ini.
Tidak banyak foto yang saya ambil ketika itu, hanya beberapa seperti tebing pantai, ikan-ikan kecil di batu karang yang ditumbuhi rumput laut, dan anak-anak kecil yang sedang bermain.
Saya ingin berkunjung lagi ke sana suatu saat, karena selain tertarik dengan watu ulo, ada pantai lain juga di dekat situ yang belum saya kunjungi. Pada saat itu saya hanya membawa uang pas-pasan, jadi enggan untuk membayar retribusi guna masuk ke pantai tersebut. Akhirnya saya hanya berkunjung di Watu Ulo, dan setelah puas menikmati pemandangan di sana, saya pun balik ke Malang, lewat jalur selatan lagi.