Monday, June 25, 2012

Dinginnya kota Malang di tahun ajaran baru

Malam ini saya benar-benar merasakan sengatan dinginnya udara di kota Malang. Meskipun berada di dalam kamar, kaki dan tangan saya sangat merasakan sensasi dinginnya udara di sini. Suasana yang seperti ini baru sekitar satu minggu saya rasakan, dan ini lantas mengingatkan saya akan satu hal. Oh, ini pertanda akan segera datang tahun ajaran baru.

Mengapa saya sampai menyimpulkan seperti itu, ada kisah yang sama alami di balik itu dan selalu teringat oleh saya setidaknya satu tahun sekali. Ya, peristiwa itu berkaitan dengan tahun ajaran baru.

Saat itu adalah ketika saya telah mengikuti ujian spmb (seleksi penerimaan mahasiswa baru) tahun 2006, dengan hasil pengumuman saya diterima di jurusan teknik elektro UB. Di awali dengan proses daftar ulang di fakultas kemudian saya mengalami peristiwa yang cukup baru menurut saya kala itu. Suatu rangkaian kegiatan pra OSPEK yang khas di fakultas teknik, khususnya di UB yaitu "Pendataan". Namun saya tidak akan membahas itu panjang lebar di sini.
Beberapa hal pada waktu itu yang selalu membuat saya teringat akan dinginnya kota Malang diantaranya adalah ketika saya harus membuat keplek untuk OSPEK dan melakukan pengesahan ke kakak-kakak panitia. Ketika membuat keplek fakultas saya tidak mengalami kesulitan tetapi ketika membuat keplek jurusan saya melakukan kesalahan, dan harus beberapa kali melakukan pengesahan, hingga sampai tengah malam karena batas waktunya memang malam itu juga. Hampir jam 12 malam saya harus ke kampus, membuat saya merasakan dinginnya udara di malam itu.
Kemudian di masa-masa OSPEK saya harus ke kampus pagi-pagi sekali karena acaranya dimulai pukul 05.00 (kadang-kadang setengah 5 pagi), dan saya harus berangkat setengah jam sebelum itu agar tidak terlambat. Waduuh, jam setengah 5 gini sih udara dingin masih klimaks-klimasknya. Saya berangkat pakai seragam kemeja putih dan celana putih (nggak boleh pakai jaket), jadi hawa dingin bisa lebih berasa, berrrr...
Selama satu minggu penuh masa OSPEK saya mengakrabi udara pagi yang sangat sejuk itu. Dan ini akan kembali saya rasakan tiap seminggu sekali (Sabtu pagi) selama beberapa bulan ke depan. Inilah yang menjadi kenangan saya  tentang tahun ajaran baru yang berkaitan dengan dinginnya kota Malang.

Mengenai dinginnya kota Malang yang begitu terasa saat awal tahun ajaran baru membuat saya bertanya-tanya. Mengapa udara sedingin ini kok kerasanya tiap awal tahun ajaran baru? Ada apa ya? Apa mungkin ini cara kota Malang untuk menyambut para mahasiswa baru terutama yang berasal dari luar kota? Hehe, kalo itu sih kedengarannya tidak ilmiah. Baiklah fenomena ini akan saya jelaskan sebagai berikut.

Hawa dingin di Malang begitu terasa pada sekitar bulan Juli-September yang bertepatan dengan tahun ajaran baru. Hal ini karena pada bulan Juli-September di Malang sedang musim kemarau, jadi hanya ada sedikit awan dibandingkan pada saat musim penghujan. Jumlah awan yang hanya sedikit inilah yang membuat kota Malang menjadi lebih dingin. Apa hubungannya?

Awan merupakan kumpulan uap air di angkasa. Uap air ini dapat mencegah panas di permukaan bumi menyebar ke atmosfir yang lebih tinggi baik secara konveksi atau radiasi. Panas di permukaan bumi paling banyak disebabkan oleh radiasi sinar matahari di siang hari. Pada malam hari panas ini akan menghilang atau menyebar ke atmosfir jika tidak ada yang menghalangi. Awan lah yang berfungsi menahan panas tersebut tetap di permukaan bumi. Ibaratnya seperti selimut atau jaket yang kita pakai. Selimut itu menahan panas di permukaan tubuh agar tidak mudah keluar ke udara bebas di sekitar kita.

Inilah yang membuat perbedaan temperatur udara di siang hari begitu kontras dengan malam hari pada musim kemarau. Daerah dengan kelembaban udara yang lebih rendah akan mengalami perbedaan temperatur yang lebih kontras pula.

Kondisi topografi kota Malang yang berada di dataran tinggi juga membuat udara menjadi lebih dingin. Kota Malang diapit oleh beberapa gunung diantaranya Gunung Arjuno, Kawi, Bromo, dan Semeru.

Sudah merupakan kondisi alami bahwa tempat di permukaan bumi yang lebih tinggi akan memiliki suhu udara yang lebih rendah. Hal ini karena di permukaan bumi yang tinggi atau pegunungan sirkulasi udara lebih lancar (apalagi jika didukung banyaknya pepohonan) sehingga panas pun lebih mudah berpindah ke atmosfir bebas. Di samping itu permukaan bumi yang lebih tinggi otomatis menjadi lebih jauh dari perut bumi yang merupakan sumber panas yang lain (selain matahari).

Hal-hal di atas dapat dianalogikan dengan tubuh kita. Tubuh yang paling mudah merasakan dingin adalah bagian tangan dan kaki. Mengapa?
Disamping faktor sensor syaraf yang berada di tangan dan kaki, jika kita lihat tangan dan kaki merupakan bagian terluar tubuh kita yang terkadang tidak tertutup pakaian. Hal ini menyebabkan kontak tangan dan kaki dengan udara bebas lebih bagus dibanding bagian tubuh yang lain sehingga panas tubuh akan lebih mudah hilang terserap udara bebas.
Lagi pula tangan dan kaki posisinya paling jauh dengan tubuh utama kita, yaitu dada dan perut yang merupakan sumber panas tubuh kita. Sehingga reaksi alami kita ketika kedinginan adalah mendekapkan tangan ke badan atau bahkan duduk atau meringkuk agar semua bagian tubuh kita mendekat ke sumber panas tubuh.

Begitulah kira-kira penjelasannya. Bagaimana, apakah anda percaya? Jika anda ragu-ragu dengan penjelasan saya maka itu wajar, karena saya belum melakukan studi literatur. Yang saya sampaikan itu merupakan hipotesis yang saya buat. Hehe.
Tapi itu bisa anda jadikan sebagai hipotesis anda juga, sebelum mencari tau atau menelusuri fakta ilmiahnya.
Jika diantara pembaca ada yang telah mengetahui fakta mengenai hal di atas, maka bisa anda bagikan melalui komentar di bawah ini.

5 comments:

rvq1 said...

iyo Lam, adduem, g adus pirang ndino iki...haha
hm, pi kaya e suhu tu ada hubungan e ma lapisan atmosfer d, coz di ketinggian tertentu iku jadi tambah naik suhu ne, g tambah turun, pi lupa aq detail e...trus perasaan Malang dulu tu g seadem tahun2 belakangan iki, da hubunganne ma perubahan iklim kaya e

Sahirul Alam said...

@rvq1
hmm..
soal suhu udara naik di ketinggian tertentu kok aku ndak yakin, soalnya dari pengalamanku, semakin tinggi suatu tempat dari permukaan bumi atau laut, suhunya semakin rendah (turun). Pas naik pesawat (di ketinggian lebih dari 1000 km dpl) suhu di luar pesawat bisa di bawah titik beku (bisa -25 derajat atau lebih rendah).

soal dingin karena perubahan iklim mungkin juga. Tapi topik yang populer sama perubahan iklim kok malah global warming ya?

rvq1 said...

aku bien ndelok grafik kaya gini iki lo soal e http://www.windows2universe.org/earth/Atmosphere/layers_activity_print.html

trus ancen global warming, nggarai tambah adem Lam, penjelasan e iki lo
http://www.nytimes.com/2010/12/26/opinion/26cohen.html?_r=1

hehe

Sahirul Alam said...

Oo.. baru tau kalo atmosfer dibagi berdasar perubahan suhu terhadap ketinggian.
Tapi coba lihat deh, di troposfer suhunya turun secara linier sampai -50 derajat C.
Di stratosfer tempat jalur pesawat suhunya naik tapi tetap di bawah titik beku (-50 sampai 0 derajat C). Pada komen sebelumnya aku salah tulis (ketinggian 1000 km, seharusnya 10-50 km dpl)
Setinggi-tingginya tempat di bumi kayaknya gak ada yang sampai mesosfer (90 km, suhu -100 derajat C).
Kesimpulannya semakin tinggi tempat (daratan) di bumi, suhu udaranya semakin turun. hehe.

Sahirul Alam said...

Tentang artikel global warming-mu, cukup menarik.
Kayaknya bisa memunculkan ide2 untuk mengembalikan iklim seperti sedia kala (kalau memang iklim bukan merupakan suatu siklus).
Dinginnya udara di siberia mungkin bisa diarahkan ke kutub bukan ke daerah tropis. Meskipun kedengarannya mustahil mengingat udara bertiup dari daerah dingin ke daerah panas.
Tapi bukan mustahil juga kalau melihat apa yang manusia perbuat ternyata membuat iklim jadi seperti ini yang tidak kita sangka sebelumnya.
Jadi dengan usaha sedikit demi sedikit, lama kelamaan perubahan itu akan terjadi, asal kita tetap berusaha.